Seni dan peradaban ibarat dua sisi mata uang. Tenggelam dan bersinar beriringan. Inilah salah satu teori yang tercantum dalam risalah Al-Muqadimah karya Ibnu Khaldun. Teori ilmuwan muslim yang hidup pada abad ke-14 Masehi itu tepat berlaku pada perkembangan seni Islam, terutama seni suara dan musik.
Musik Arab yang awalnya sangat sederhana, berkembang menjadi musik yang kaya warna seiring dengan kemajuan pemerintahan Islam di masa Dinasti Ummayah. Ketika itu, Madinah dan Damaskus menjadi pusat kebudayaan Islam. Dari kedua kota ini, kegiatan penerjemahan kitab-kitab seni musik Persia dan Yunani ke dalam bahasa Arab gencar dilakukan.
Menurut Ali Hasmy dalam bukunya, Sejarah Kebudayaan Islam, tradisi pengkajian dan permainan musik semakin berkembang pada era Dinasti Abbasiyah, terutama ketika khalifah Al-Ma`mun berkuasa. Para khalifah Abbasiyah (650 M -1256 M) mensponsori para penyair dan musisi. Kesultanan mendirikan sekolah-sekolah musik di berbagai kota dan daerah, baik sekolah tingkat menengah maupun sekolah tingkat tinggi. Sekolah musik yang bagus dan berkualitas tinggi adalah yang didirikan oleh Sa`id `Abd-ul-Mu`min (wafat pada 1294 M).
Ali Hasmy menjelaskan, salah satu alasan pengembangan banyak sekolah musik oleh Daulah Abbasiyyah adalah karena keahlian menyanyi dan bermusik menjadi salah satu syarat bagi pelayan (budak), pengasuh, serta dayang-dayang di istana dan di rumah pejabat negara, untuk mendapatkan pekerjaan. Karena itu, telah menjadi suatu keharusan bagi para pemuda dan pemudi untuk mempelajari musik.
Hasilnya, teoritikus musik, pakar-pakar estetika, dan sastrawan masyhur bermunculan. Di antara pengarang teori musik Islam yang terkenal adalah Yunus bin Sulaiman al-Khatab, yang tercatat sebagai pengarang musik pertama dalam Islam. Kitab-kitab karya pengarang yang meninggal 785 M banyak menjadi rujukan musisi-musisi Eropa.
Menurut Ali Hasmy dalam bukunya, Sejarah Kebudayaan Islam, tradisi pengkajian dan permainan musik semakin berkembang pada era Dinasti Abbasiyah, terutama ketika khalifah Al-Ma`mun berkuasa. Para khalifah Abbasiyah (650 M -1256 M) mensponsori para penyair dan musisi. Kesultanan mendirikan sekolah-sekolah musik di berbagai kota dan daerah, baik sekolah tingkat menengah maupun sekolah tingkat tinggi. Sekolah musik yang bagus dan berkualitas tinggi adalah yang didirikan oleh Sa`id `Abd-ul-Mu`min (wafat pada 1294 M).
Ali Hasmy menjelaskan, salah satu alasan pengembangan banyak sekolah musik oleh Daulah Abbasiyyah adalah karena keahlian menyanyi dan bermusik menjadi salah satu syarat bagi pelayan (budak), pengasuh, serta dayang-dayang di istana dan di rumah pejabat negara, untuk mendapatkan pekerjaan. Karena itu, telah menjadi suatu keharusan bagi para pemuda dan pemudi untuk mempelajari musik.
Hasilnya, teoritikus musik, pakar-pakar estetika, dan sastrawan masyhur bermunculan. Di antara pengarang teori musik Islam yang terkenal adalah Yunus bin Sulaiman al-Khatab, yang tercatat sebagai pengarang musik pertama dalam Islam. Kitab-kitab karya pengarang yang meninggal 785 M banyak menjadi rujukan musisi-musisi Eropa.